PENYELESAIAN SENGKETA ADAT DI NAGARI SALIMPAUNG KABUPATEN TANAH DATAR
Abstract
Pada masyarakat Minangkabau berlaku sistem kekerabatan matrilineal, yaitu kekerabatan yang dihitung menurut garis ibu, termasuk dalam hal pusaka serta waris menurut garis keturunan ibu pula. namunyang berkuasa adalah seorang laki-laki yang disebut mamak rumah atau tungganai, untuk membimbing / manjadi pembimbing anggota keluarga terdekatnya. Sedangkan yang memegang kendali pengaturan dan pemeliharaan terhadap harta pusaka dari kaumnya disebut “mamak kepala waris”. Tungganai juga dapat menjadi atau merangkap mamak kepala waris bila paruik dalam hal ini sebagai pemegang harta pusaka.
Adapun permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah (1) Mengapa terjadi sengketa waris adat di Nagari Salimpaung Kabupaten Tanah Datar. (2) Bagaimana penyelesaian sengketa waris adat di Nagari Salimpaung Kabupaten Tanah Datar. (3) Bagaimana peran Niniak Mamak dalam penyelesian sengketa adat di Nagari Salimpaung Kabupaten Tanah Datar.
Untuk menjawab permasalahan ini, metode penelitian yang digunakan bersifat hukum sosiologis atau pendekatan yuridis empiris dengan teknik non probabiliti sampling, dan didukung oleh data primer dan data sekunder, melalui wawancara dan studi kepustakaan.
Banyak penyebab terjadinya sengketa waris adat, baik sengketa adat di bidang sako maupun sengketa di bidang pusako. Sengketa dibidang sakodiantaranya dipacu oleh pretise dan harga diri serta identitas yang merasa terancam. Di samping itu sengketa di bidang pusako sering dipicu oleh tidak jelasnya ranji dan silsilah keturunan dalam suatu kaum serta pengaruh kebutuhan dasar manusia sehingga adanya sikap rakus seseorang dan ingin menguasai harta yang ada dalam kaumnya.
Adapun proses Penyelesaian sengketa waris adat di Nagari Salimpaung Kabupaten Tanah Datar diselesaikan dari tingkat lebih bawah lebih dahulu seperti pepatah, “Bajanjang naik, Batanggo turun”, mulai dari tingkat kaum, tingkat suku dan tingkat KAN. Dan peran niniak mamak dalam proses penyelesaian sengketa tersebut bersifat Musyawarah mufakat yang dikenal dengan pepatah adat, “BulekaiajoPambuluh, Bulekkatojo mufakat”.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.